Pemodelan 3D
Kota Semarang Terhadap Kenaikan Muka Air Laut dengan Citra Satelit SPOT5
Atriyon
Julzarika
INTISARI
Pada masa sekarang ini, Bumi telah dilibatkan pada
permasalahan serius yaitu pemanasan global. Salah satu efek dari fenomena ini
adalah kenaikan muka air laut (Sea Level Rise). Fenomena ini mengancam
Indonesia sebagai negara kepulauan. Tidak hanya berpengaruh pada pulau-pulau
kecil perbatasan, tetapi juga pada kondisi kota-kota di pesisir. Ada beberapa
kota di Indonesia yang mengalami permasalahan serius akibat kenaikan muka air
laut, di antaranya Padang, Painan, Bengkulu, Sibolga, Jakarta, Semarang,
Pekalongan, Makassar, Manado, dan Ambon. Kota Semarang memiliki permasalahan
yang unik, tidak hanya bermasalah pada kenaikan muka air laut, tetapi juga pada
deformasi vertikal. Tanah di Semarang mengalami deformasi vertikal sekitar –(8-10)
cm/tahun. Kenaikan muka air laut di Kota Semarang sekitar +(8-10) mm/tahun.
Kedua kondisi tersebut berpengaruh pada instrusi air laut ke Kota Semarang
secara perlahan-lahan. Pada penelitian ini diperlukan pemodelan tentang
pengaruh kenaikan muka air laut sehingga dapat mengetahui informasi genangan
air terhadap tutupan lahan. Parameter kenaikan muka air laut meliputi perubahan
iklim, rata-rata pasang surut, deformasi vertikal, kemiringan dan jenis pantai,
serta pergerakan lempeng. Pemodelan 3D ini menggunakan citra satelit SPOT5 dan
Digital Terrain Model (DTM) hasil interpolasi CoKriging Bench Marck (BM) di
Kota Semarang. Hasil ini bisa digunakan sebagai rekomendasi untuk pembuatan
peta bahaya (hazard map), peta kerentanan (vulnerability map), dan peta resiko
(inundation map).
Kata kunci: Pemodelan 3D, kenaikan
muka air laut, deformasi vertikal, Kota Semarang, genangan air
I. Pendahuluan
Kota Semarang merupakan ibukota propinsi Jawa
Tengah yang saat ini mengalami permasalahan serius terhadap kenaikan muka air
laut. Permasalahan serius ini juga dihadapi oleh kota-kota lainnya di Indonesia
seperti Padang, Painan, Bengkulu, Sibolga, Jakarta, Pekalongan, Makassar,
Manado, dan Ambon. Selain itu, masalah ini juga melanda pulau-pulau kecil
perbatasan terutama yang berbatasan dengan Palau, Timor Leste, dan Philipina
(Abubakar, 2006). Salah satu penyebab kenaikan muka air laut adalah fenomena perubahan
iklim terutama El-Nino yang menyebabkan Indonesia mengalami kondisi
kering dan hangat. El-Nino adalah penampakan suhu dan arus laut yang
hangat di perairan lepas pantai Amerika Selatan mulai dari Ekuador sampai Peru
(Subandono, 2009: 68). Selain itu perubahan iklim juga dipengaruhi oleh
penguapan yang lajunya menjadi lebih cepat akibat dampak kenaikan suhu bumi
yang mengakibatkan peningkatan kelembaban di udara serta peningkatan suhu di
siang hari. Pada skala regional panas dan kelembaban berlebih akan menyebabkan
badai tropis yang kuat. Curah hujan akan bertambah terutama di wilayah pesisir
dan sepanjang lintasan siklon atau terpengaruh dari efek lintasan ekor siklon
tropis.
Fenomena perubahan iklim tersebut sudah berdampak
pada Indonesia, yaitu setidaknya sudah kehilangan 24 pulau kecil dalam waktu
2005-2007 (DKP, 2007). 24 pulau kecil yang tenggelam tersebut meliputi NAD
(tiga pulau), Sumatera Utara (tiga pulau), Papua (tiga pulau), Kepri (lima
pulau), Sumatera Barat (dua pulau), dan Sulawesi Selatan (satu pulau) serta
Kepulauan Seribu (tujuh pulau) (Subandono, 2009: 77).
Kota Semarang menghadapi permasalahan yang jauh
lebih rumit, tidak hanya disebabkan oleh perubahan fenomena iklim tetapi juga
pada deformasi vertikal, fenomena pasang surut, rob, abrasi pantai, dan
kecepatan arus laut. Kenaikan muka air laut global akibat perubahan iklim
sebesar 2 mm/tahun sedangkan di Kota Semarang berkisar 8-10 mm/tahun. Selain
itu juga ditambah dengan deformasi vertikal sekitar –(8-10) cm/tahun. Fenomena
pasang surut/rob dengan rata-rata kisaran 0,9 meter untuk pantai berpasir
dengan kemiringan pantai <0,6 %. Faktor abrasi yang berpengaruh sekitar
>-1 m/tahun dengan rata-rata tinggi gelombang >2,6 meter.
Parameter-parameter tersebut digunakan untuk pemodelan 3D kenaikan muka air
laut terhadap Kota Semarang dengan menggunakan SPOT-5 dan Digital Terrain Model (DTM). Pemodelan 3D tersebut berguna dalam
mendapatkan informasi genangan air terhadap parameter-parameter kenaikan muka
air laut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perubahan
garis pantai kota Semarang dengan pemodelan 3D terhadap kenaikan muka air laut
dan deformasi vertikal.
II. Metodologi penelitian
Gambar (1) merupakan diagram alir penelitian.
Gambar 1. Diagram alir penelitian
Penelitian ini mengkaji bagaimana pemodelan 3D
pesisir Kota Semarang terhadap kenaikan muka air laut? Bagaimana pemodelan
3Dnya terhadap parameter lain seperti deformasi vertikal, pasang surut/rob, dan
abrasi? Hasil ini bisa digunakan sebagai rekomendasi untuk pembuatan peta
bahaya (hazard map), peta kerentanan
(vulnerability map), dan peta resiko
(inundation map)
III. Pelaksanaan
Kenaikan muka air laut di Kota Semarang tidak
hanya berpengaruh pada pulau Jawa, tetapi juga pada pulau-pulau kecil
perbatasan terutama dalam batas maritim antar negara. Klaim batas maritim
tersebut meliputi klaim atas zona maritim nasional yaitu perairan pedalaman (internal water), perairan kepulauan (archipelagic
waters), laut teritorial (territorial sea), zona tambahan (contigous
zone), zona ekonomi ekslusif (exclusive economic zone), dan landas
kontinen (continental shelf). Zona maritim yang bisa diklaim sebuah
negara pantai diukur dari garis pangkal (baseline) ke arah laut (Arsana,
2007). Untuk itu diperlukan kajian terhadap kenaikan muka air laut di Kota
Semarang.
Penelitian pemodelan 3D
terhadap perubahan garis pantai kota Semarang menggunakan DTM hasil interpolasi
CoKriging dari seluruh BM yang ada di kota Semarang. DTM merupakan model
permukaan digital yang mempunyai referensi terhadap koordinat toposentrik dan
telah dilakukan koreksi unsur-unsur geodetis terhadap model tersebut (Li et
all, 2005). Interpolasi ini menghasilkan DEM dengan akurasi vertikal sekitar
0.1-1 meter. Untuk pemetaan wilayah kota Semarang terutama di pesisirnya
menggunakan citra satelit resolusi tinggi. Pada penelitian ini menggunakan
citra SPOT5 dengan resolusi spasial 5 meter. Citra SPOT5 bisa juga dibuat DSM
dengan akurasi vertikal 0.5-2 meter. Interpolasi CoKriging dilakukan dengan
perangkat lunak Ilwis Academics. Pada pemodelan permukaan digital, diperlukan
bagaimana suatu jaring kontrol geodetik dapat menghasilkan grid data secara
matematis. Grid data dibentuk berdasarkan rangkaian koordinat raster (baris,
kolom) akibat terjadi transformasi koordinat. Transformasi koordinat yang
dimaksud adalah perubahan format tampilan peta dari koordinat kartesian (x, y,
z, t) pada jaring kontrol geodetik menjadi koordinat raster pada grid data
(Widjajanti dan Sutanta, 2006). Secara matematis, metode CoKriging merupakan
interpolasi titik, membutuhkan peta titik sebagai data masukan dan menghasilkan
peta raster dengan estimasi dan peta kesalahan/error. CoKriging adalah multivariate
variant dengan operasi dasar Kriging. CoKriging menghitung perkiraan atau
prediksi dengan sampel minimumdengan bantuan variabel yang lebih baik (covariable).
Variabel harus dengan korelasi tinggi (positif atau negatif). CoKriging baik
untuk mendapatkan hasil yang presisi. CoKriging menggunakan semivariograms kovarian
dengan memperhitungkan bobot S w i = 1 and
S h j = 0 dan metode Kriging (Deutsch & Journel, 1992). Nilai
variogram dengan model semivariogram g A , g B dan model
silang variogram untuk observasi predictand Ai dan n observasi dari
covariable Bj sesuai dengan persamaan CoKriging.
s2 = S wi
gA(hi) + S hj g AB(hj) +
m1
Setiap
pengukuran mempunyai kesalahan ukuran, baik kesalahan acak maupun kesalahan
tidak acak (Arsana dan Julzarika, 2006). Pemerataan titik kontrol dalam jaring
kontrol geodetik mempengaruhi akurasi dan presisi data (Julzarika, 2007). Pemodelan
3D dengan interpolasi Kriging ini harus memenuhi range tertentu (Julzarika, 2008).
a. Tinggi masing-masing titik penelitian
adalah hi meter
b.
Range arah
sumbu x : X’= X-dxi s/d X+dxi
Maka range
X = X’ (pada penelitian ini lebih mengutamakan elevasi/sumbu z)
c. Range arah sumbu y : Y’= Y-dyi s/d Y+dyi
Maka range Y = Y’ (pada
penelitian ini lebih mengutamakan elevasi/sumbu z)
d. Range arah sumbu z :Z’= Z-dzi s/d Z+dzi
dxi, dyi, dan dzi adalah simpangan baku titik yang diperoleh dari model
matematika dengan hitung perataan.
Gambar (2) merupakan DTM hasil
interpolasi CoKriging dari BM yang terdapat di Kota Semarang.
Gambar 2. DTM Kota Semarang
Gambar (3) merupakan tampilan
Kota Semarang dilihat dari citra SPOT5.
Gambar 3. Citra satelit SPOT5 Kota Semarang
Proses selanjutnya adalah
melakukan koreksi ortho terhadap citra SPOT5 dengan metode single model bundle adjustment. Koreksi ortho menggunakan DTM hasil interpolasi
Kriging BM dengan titik kontrol tanah dari BM tersebut.Setelah itu dilakukan
pemodelan 3D terhadap kenaikan muka air laut akibat beberapa parameter. Pertama
kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim. Kota Semarang mengalami kenaikan
muka air laut sebesar 8-10 mm/tahun. Parameter berikutnya adalah rata-rata
pasang surut, dalam hal ini kota Semarang mengalami kenaikan 0.9 meter setiap
periode pasang surut (18,61 tahun). Parameter berikutnya adalah deformasi
vertikal yaitu kenaikan atau penurunan tanah akibat pengaruh geomorfologi. Kota
Semarang mengalami deformasi vertikal dengan rerata -8cm/tahun. Parameter
keempat yang digunakan adalah jenis pantai dan kemiringan pantai. Kota Semarang memiliki kemiringan pantai
sekitar <0.6% dengan jenis pantai berpasir. Parameter kelima yang digunakan adalah pergerakan
lempeng.
Gambar (4) merupakan kenaikan
muka air laut di Kota Semarang akibat perubahan iklim untuk 100 tahun ke depan.
Garis hijau menunjukkan
kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim. Perubahan muka air laut akibat
perubahan iklim adalah sebesar maksimal 10 mm/tahun. Jika perubahan tersebut
konstan, maka pada 100 tahun ke depan akan terjadi perubahan muka air laut
akibat perubahan iklim sebesar 1 meter. Kondisi ini akan mengenangi beberapa
wilayah di Kota Semarang. Wilayah tersebut meliputi pesisir kota Semarang dan
sebagian besar Kecamatan Tugu, Kecamatan Semarang Barat, serta sebagian kecil
Kecamatan Semarang Utara dan Kecamatan Genuk.
Gambar 4. Kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim
Gambar (5) merupakan kenaikan
muka air laut di Kota Semarang akibat rata-rata pasang surut untuk lima periode
pasang surut ke depan atau (5*18,61 tahun).
Gambar 5. Kenaikan muka air laut
akibat rata-rata pasang surut
Garis kuning merupakan kenaikan muka air laut akibat rata-rata pasang
surut. Perubahan muka air laut akibat rata-rata pasang surut adalah sebesar
maksimal 0.9 m/periode pasang surut. Jika perubahan tersebut konstan, maka pada lima periode pasang surut ke
depan akan terjadi perubahan muka air laut akibat rata-rata pasang surut
sebesar 4.5 meter. Kondisi ini akan mengenangi beberapa wilayah di Kota
Semarang. Wilayah tersebut meliputi seluruh pesisir Kota Semarang yang
melingkupi seluruh Kecamatan Tugu dan Kecamatan Semarang Utara, sebagian besar
Kecamatan Semarang Barat, Kecamatan Semarang Timur, Kecamatan Gayamsari, dan
Kecamatan Genuk serta sebagian kecil Kecamatan Pedurungan.
Gambar (6) merupakan kenaikan
muka air laut di Kota Semarang akibat deformasi vertikal untuk 100 tahun ke
depan.
Gambar 6. Kenaikan muka air laut
akibat deformasi vertikal
Garis warna cyan merupakan
kenaikan muka air laut akibat deformasi vertikal. Perubahan muka air laut
akibat deformasi vertikal adalah sebesar maksimal -8 cm/tahun. Jika perubahan
tersebut konstan, maka pada 100 tahun ke depan akan terjadi perubahan muka air
laut akibat deformasi vertikal sebesar -8 meter. Kondisi ini akan mengenangi
beberapa wilayah di Kota Semarang. Wilayah tersebut meliputi seluruh wilayah
pesisir Kota Semarang dengan melingkupi keseluruhan Kecamatan Tugu, Kecamatan
Semarang Barat, Kecamatan Semarang Utara, Kecamatan Semarang Tengah, Kecamatan
Semarang Timur, dan Kecamatan Gayamsari. Selain itu juga mengenangi sebagian
besar Kecamatan Genuk, serta sebagian kecil Kecamatan Pedurungan.
Gambar (7) merupakan kenaikan
muka air laut di Kota Semarang akibat kemiringan pantai dan jenis pantai untuk
100 tahun ke depan.
Gambar 7. Kenaikan muka air laut akibat kemiringan dan
jenis pantai
Garis warna biru merupakan
kenaikan muka air laut akibat kemiringan dan jenis pantai. Perubahan muka air
laut akibat kemiringan pantai dan jenis pantai adalah sebesar 3.4 mm/tahun
(proyeksi kenaikan muka air laut relatif). Kota Semarang memiliki jenis pantai
berpasir dengan kemiringan <0.6 %. Jika perubahan tersebut konstan, maka
pada 100 tahun ke depan akan terjadi perubahan muka air laut akibat parameter
ini adalah sebesar 0.340 meter. Kondisi ini akan mengenangi beberapa wilayah di
Kota Semarang. Wilayah tersebut meliputi seluruh pesisir Kota Semarang yang
melingkupi Sebagian besar Kecamatan Tugu serta sebagian kecil Kecamatan
Semarang Barat, Kecamatan Semarang Utara, dan Kecamatan Genuk.
Gambar (8) merupakan kenaikan
muka air laut di Kota Semarang akibat pergerakan lempeng untuk 100 tahun ke
depan.
Gambar 8. Kenaikan muka air laut akibat pergerakan lempeng
arah vertikal
Garis warna magenta merupakan
kenaikan muka air laut akibat pergeseran lempeng arah vertikal. Perubahan muka
air laut akibat pergeseran lempeng arah vertikal adalah sebesar maksimal 13.8
mm/tahun. Jika perubahan
tersebut konstan, maka pada 100 tahun ke depan akan terjadi perubahan muka air
laut akibat pergeseran lempeng sebesar 1.380 meter. Kondisi ini akan mengenangi beberapa wilayah di
Kota Semarang. Wilayah tersebut meliputi seluruh pesisir Kota Semarang yang
melingkupi Sebagian besar Kecamatan Tugu serta sebagian kecil Kecamatan
Semarang Barat, Kecamatan Semarang Utara, dan Kecamatan Genuk.
Gambar (9) merupakan kenaikan
muka air laut di Kota Semarang akibat semua parameter untuk 100 tahun ke depan.
Gambar 9. Kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim,
rata-rata pasang surut, deformasi vertikal, kemiringan dan jenis pantai serta
pergerakan lempeng arah vertikal
Garis warna merah merupakan
kenaikan muka air laut akibat total dari perubahan iklim, rata-rata pasang
surut, deformasi vertikal, kemiringan dan jenis pantai serta pergerakan lempeng
arah vertikal. Jika perubahan tersebut konstan, maka pada 100 tahun ke depan
akan terjadi perubahan muka air laut akibat semua parameter sebesar 15.22
meter. Kondisi ini akan
mengenangi beberapa wilayah di Kota Semarang. Wilayah tersebut meliputi seluruh
wilayah pesisir Kota Semarang yang melingkupi keseluruhan Kecamatan Tugu,
Kecamatan Semarang Barat, Kecamatan Semarang Utara, Kecamatan Genuk, Kecamatan
Gayamsari, Kecamatan Semarang Timur, dan Kecamatan Semarang Tengah. Selain itu
juga mengenangi sebagian besar Kecamatan Semarang Selatan dan Kecamatan
Pedurungan serta sebagian kecil Kecamatan Gajah Mungkur.
Berikut ini perbandingan
perubahan kenaikan muka air laut terhadap parameter-parameter yang
mempengaruhinya.
I. Kondisi perbandingan
perubahan pada tahun 2008
Tabel 1. Persentase
parameter terhadap kenaikan muka air laut di Kota Semarang
Parameter
|
Persentase
|
perubahan iklim
|
0.17
|
pasang surut
|
19.54
|
abrasi pantai
|
21.72
|
deformasi vertikal
|
1.74
|
fenomena rob/aktivitas
manusia
|
56.46
|
pergerakan lempeng
(vertikal)
|
0.30
|
kemiringan dan jenis pantai
(<0.6%)
|
0.07
|
Total
|
100
|
Pada tahun 2008, kenaikan muka air laut di Kota
Semarang di dominasi oleh fenomena rob/aktivitas manusia. Abrasi pantai juga
berpengaruh besar terhadap kenaikan muka air laut. Demikian juga dengan
fenomena alamiah pasang surut. Perubahan iklim, kemiringan dan jenis pantai
serta pergerakan lempeng tidak terlalu berpengaruh ada kenaikan muka air laut.
II. Kondisi perbandingan perubahan pada tahun 2108
Tabel 2. Persentase
parameter terhadap kenaikan muka air laut di Kota Semarang
Parameter
|
Persentase
|
perubahan iklim
|
2.86
|
pasang surut
|
8.92
|
abrasi pantai
|
7.14
|
deformasi vertikal
|
28.55
|
fenomena rob/aktivitas
manusia
|
46.40
|
pergerakan lempeng
(vertikal)
|
4.92
|
kemiringan dan jenis pantai
(<0.6%)
|
1.21
|
Total
|
100
|
Perkiraan pada tahun 2108, kenaikan muka air laut
Kota Semarang masih didominasi oleh fenomena rob/aktivitas manusia. Akan tetapi
pengaruh deformasi vertikal dan perubahan iklim mengalami kenaikan yang
signifikan.
Gambar 10. Persentase parameter prediksi kenaikan muka air
laut (2008-kiri; 2108-kanan)
Berbeda dengan
pasang surut dan abrasi pantai, parameter ini mengalami sedikit penurunan.
Sedangkan kemiringan dan jenis pantai serta pergerakan lempeng masih dalam
kondisi relatif tetap.
IV. Kesimpulan
Penelitian ini memiliki empat kesimpulan sebagai berikut.
- Kenaikan muka air lau di Kota Semarang lebih didominasi oleh fenomena rob/aktivitas manusia.
- Deformasi vertikal dan perubahan iklim diprediksi mengalami kenaikan signifikan pada 100 tahun ke depan.
- Kemiringan dan jenis pantai serta pergerakan lempeng masih dalam kondisi relatif tetap terhadap pengaruh kenaikan muka air laut.
- Parameter pasang surut dan abrasi pantai tetap berpengaruh signifikan terhadap kenaikan muka air laut di Kota Semarang.
V. Daftar pustaka
Abubakar, M. , 2006. Menata pulau-pulau kecil perbatasan.
Cetakan pertama. PT. Kompas
Media Nusantara. Jakarta. Indonesia.
Arsana, I.M.A., 2007. Batas
Maritim Antar Negara.
Cetakan pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Indonesia.
Arsana, I.M.A. and
Julzarika, A., 2006. Liscad: Surveying & Engineering Software. Leica
GeoSystem. Jakarta.
Indonesia.
Diposaptono, S. et all.,
2009. Menyiasati Perubahan Iklim di
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Cetakan pertama. PT. Sarana
Komunikasi Utama. Bogor. Indonesia
Julzarika, A., 2007, Analisa
Perubahan Koordinat Akibat Proses Perubahan Format Tampilan Peta pada Pembuatan
Sistem Informasi Geografis Berbasis Internet, Skripsi, Jurusan Teknik
Geodesi dan Geomatika FT UGM, Yogyakarta.
Julzarika,
A., 2008. Differential of Digital Surface
Model (DSM) to be Digital Elevation Model (DEM) from ALOS Satellite Imagery
Using Least Square Adjustment Computation. Young Scientist Award-ASAIHL Scopus
2008 (nominee). Thailand
Li, Z., Zhu, Q., and Gold, C., 2005. Digital Terrain Modeling Principles and Methodology. CRC Press. Florida. USA.
Widjajanti, N.,dan Sutanta, H. 2006: Model Permukaan Digital,
Jurusan Teknik Geodesi dan Geomatika, Fakultas Teknik, Universtas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar